Beralas Sajadah, Shalatnya Salafus Shalih

Tidak ada yang baru dan terlupa, semua kebaikan dan keburukan telah dijelaskan oleh Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam kepada Ummatnya, baik dalam bentuk Sabda, Perbuatan, Ketetapan, dan bahkan Sifat, kemudian tugas kita adalah menerima dan mengikuti penjelasan dan petunjuk tersebut, Imam Al-Bukhari dalam Shahihnya menukilkan ucapan Imam Azzuhri :

مِنَ اللَّهِ الرِّسَالَةُ ، وَعَلَى رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – الْبَلاَغُ ، وَعَلَيْنَا التَّسْلِيمُ

Artinya: “Risalah (Syariat) berasal dari Allah, dan kewajiban Rasulullah – Shallallahu Alaihi Wasallam – menyampaikan, dan kewajiban kita adalah menerima”

Dalam sebuah Hadits yang keluarkan oleh Imam Muslim Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

إِنَّهُ لَمْ يَكُنْ نَبِىٌّ قَبْلِى إِلاَّ كَانَ حَقًّا عَلَيْهِ أَنْ يَدُلَّ أُمَّتَهُ عَلَى خَيْرِ مَا يَعْلَمُهُ لَهُمْ وَيُنْذِرَهُمْ شَرَّ مَا يَعْلَمُهُ لَهُمْ

Artinya: “Sesungguhnya tidak seorang Nabi pun sebelumku kecuali kewajiban atasnya ialah menunjukkan ummatnya atas kebaikan-kebaikan yang telah ia ketahui bagi mereka dan mengingatkan mereka akan keburukan-keburukan yang telah ia ketahui bagi mereka”

Maka kemudian di antara kebaikan itu ialah mendirikan Shalat di atas suatu benda atau bahan yang dijadikan sebagai alas, dalam Shahihnya Imam Al-Bukhari menyebutkan beberapa Hadits terkait hal ini

  1. بَاب الصَّلَاةِ عَلَى الْحَصِيرِ

Bab Shalat di atas Hashir (alas yang terbuat dari pelapah kurma)

Demikain Imam Bukhari memberikan judul bab atas Hadits berikut ini:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ جَدَّتَهُ مُلَيْكَةَ دَعَتْ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِطَعَامٍ صَنَعَتْهُ لَهُ فَأَكَلَ مِنْهُ ثُمَّ قَالَ قُومُوا فَلِأُصَلِّ لَكُمْ قَالَ أَنَسٌ فَقُمْتُ إِلَى حَصِيرٍ لَنَا قَدْ اسْوَدَّ مِنْ طُولِ مَا لُبِسَ فَنَضَحْتُهُ بِمَاءٍ فَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَصَفَفْتُ وَالْيَتِيمُ وَرَاءَهُ وَالْعَجُوزُ مِنْ وَرَائِنَا فَصَلَّى لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ انْصَرَفَ

Artinya: Dari Anas bin Malik bahwa Neneknya yang bernama Mulaikah pernah mengundang Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam ke satu perjamuan makanan yang telah dia buatnya sendiri untuk Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam , maka Nabi pun menyantap makanan tersebut, kemudian beliau bersabda:

“bangkitlah kalian, aku hendak Shalat menjadi Imam kalian,”

Anas berkata:

“maka aku pun berdiri mengambil tempat di sebuah tikar yang kami miliki yang telah menghitam karena telah lama dipakai, maka aku memercikkan air (membersihkan) ke tikar itu, lalu Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam berdiri dan aku bersama anak yatim pun bershaff dibelakangnya sedangkan orang sepuh (neneknya Anas) bershaff dibelakang kami, lalu Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam Shalat dua Rakaat kemudian setelah itu beliau pergi.”

Dari hadits ini sangat banyak pelajaran yang bisa dipetik, di antaranya ialah tentang bolehnya Shalat di atas Alas seperti pada judul yang tengah kita bahas, dimana Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu menyediakan Alas Untuk Nabi seperti yang disebutkan dalam Riwayat Muslim bahwa Nabi Shalat di atas tikar yang disediakan oleh Anas, Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam sendiri yang melakukan hal itu tidak memberikan keterangan apa pun maka menunjukkan atas baiknya tindakan Beliau dan atas yang  dilakukan Anas, Imam Bukhari sendiri memberikan kita Fiqh, seperti yang beliau utarakan dalam bab Haditsnya, boleh dan baiknya Shalat di atas tikar.

  1. بَاب الصَّلَاةِ عَلَى الْخُمْرَةِ

 عَنْ مَيْمُونَةَ قَالَتْ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي عَلَى الْخُمْرَةِ

Bab Shalat di atas Khumroh, (khumroh adalah tikar dengan ukuran yang lebih kecil dari Hashir, seukuran hanya untuk meletakkan tangan dan jidat saat Sujud)

Artinya: “Dari Maimunah beliau berkata: “Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam pernah Shalat di atas Khumroh”. (HR: Bukhari)

Hadits ini juga – seperti keterangan pada Babnya -menunjukkan atas boleh dan baiknya mendirikan Shalat beralaskan sesuatu termasuk seperti Sajadah yang digunakan oleh kaum muslimin saat ini

Al-Hafidz Ibn Hajar  Rahimahullah dalam Fathul Bari memaparkan:

بَابِ الصَّلَاةِ عَلَى الْحَصِيرِ أَنَّهُمَا اشْتَرَكَا فِي أَنَّ الصَّلَاةَ عَلَيْهِمَا صَلَاةٌ عَلَى غَيْرِ الْأَرْضِ لِئَلَّا يَتَخَيَّلَ مُتَخَيِّلٌ أَنَّ مُبَاشَرَةَ الْأَرْضِ شَرْطٌ لِقَوْلِهِ فِي الْحَدِيثِ الْمَشْهُورِ يَعْنِي الَّذِي أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ وَغَيْرُهُ تَرِّبْ وَجْهَكَ انْتَهَى

Artinya : “Bab Shalat di atas tikar, bahwa kedua-duanya (Hadits Hashir dan khumroh) memiliki kesamaan dalam persoalan Shalat di atas kedua-duanya merupakan bentuk Shalat di atas selain tanah supaya orang yang membayangkannya tidak membayangkan bahwa menyentuh langsung ke tanah adalah Syarat karena berdalih dengan Hadits yang Masyhur, yakni Hadits yang telah dikeluarkan oleh Abu Dawud dan Imam yang lainnya: “Tanahkanlah (sentuhkanlah ke tanah) wajahmu”. Selesai.

Hadits “Tanahkanlah Wajahmu” ini juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad akan tetapi Hadits ini Dha’if seperti yang dijelaskan oleh Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Dha’ifah.

  1. صلى ابن عباس وهو بالبصرة على بساطه ثم حدث أصحابه أن رسول الله صلى الله عليه و سلم كان يصلي على بساطه

Artinya: “Ibnu Abbas Shalat di atas Bisath miliknya ketika beliau berada di Bashrah, kemudian beliau berucap kepada para Shahabatnya bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dulu pernah Shalat di atas Bisathnya” (HR: Ibnu Majah)

Ini adalah riwayat Hadits yang ke Tiga yang menunjukkan baik dan bolehnya Shalat di atas Alas, kata ‘ Bisath’ dalam Hadits tersebut maksudnya ialah Hashir yakni tikar sebagimana dijelaskan dalam riwayat lainnya. Hadits ini dishahihkan Oleh Syaikh Al-Albani.

Dalam Nailul Author, Imam Asy-Syaukani merincikan pendapat para Ulama tentang  Shalat di atas Alas, di sini kami coba paparkan kesimpulannya:

  1. Boleh Shalat di atas tikar

Pendapat ini adalah Madzhab Mayoritas Ulama Shahabat dan Ta’bi’in, juga adalah pendapat Imam Al-Auza’i, Imam Syafi’i, Imam Ahmad, Ishaq dan Mayoritas Ahli Fiqh,.

  1. Makruh Shalat di atas tikar

Pendapat  ini datang dari serombongan Tabiin bahkan disebutkan Ibnu Abi Syaibah di dalam Al-Mushannaf  dari Said bin Al-Musayyib dan Muhammad bin Siirin bahwa beliau berdua berkata: “Sholat di atas Thunfisah yakni Bistah (tikar) yang terdapat di bawahnya bahan dari bulu hewan ternak adalah suatu yang Muhdats, demikian juga Imam Malik menilainya Makruh.

Namun diakhir penjelasannya Imam Syaukani mengatakan : “dan telah benar bahwa Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam Shalat di atas tikar  sedangkan beliau (Nabi) tidak akan melakukan yang Makruh.” Selesai. Ini menunjukkan bahwa Shalat di atas tikar hukumnya boleh dan Sunnah.

Imam Ibnu Hazm dalam Al-Muhalla juga menerangkan kebolehannya Shalat di atas tikar dan sejenisnya dalam kitab Shalat dan beliau menukil beberapa riwayat dari para Shahabat yang telah melakukannya seperti Ibu Mas’ud, Umar bin Khathhab, Ibnu Abbas, Abu Darda’, juga dari beberapa Tabi’in seperti Qodhi Syuraih, Az-Zuhri dan Alhasan Al-Bashri, kemudian Imam Ibnu Hazm mengakhirinya dengan ucapan:

وَلَا مُخَالِف لِمَنْ ذَكَرْنَا مِنْ الصَّحَابَةِ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ – فِي ذَلِكَ – وَبِاَللَّهِ تَعَالَى التَّوْفِيقُ.

Artinya: “Dan tiada yang menyelisihi tokoh-tokoh yang telah kami sebutkan dari kalangan Shahabat Radhiyallahu Anhum dalam perkara itu. Dan dengan Allah-lah memohon taufiq”.

Ungkapan Imam Ibnu Hazm mengindikasikan adanya Ijma’ atas bolehnya mendirikan Shalat di atas tikar dan sejenisnya, jika Shalat di atas perahu dan tunggangan saja dibolehkan dan Sah hukumnya, lalu bagaimana dengan Shalat di atas daratan dengan alas yang bersentuhan langsung dengan tanah!?

Maka adalah sikap yang kurang tepat jika ada yang memerintahkan orang untuk mendirikan Shalat tanpa Sajadah di atas tanah, sebab sebaik-baik Jalan dan sikap adalah Sunnah Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى أله واصحابه أجمعين

Published by

Musamulyadi luqman

Belajar berkarya

Leave a comment