Memaknai Tahni’ah hari ied dengan bijak.

بسم الله الرحمن الرحيم

والحمد لله والصلاة والسلام على نبينا محمد وعلى أله وأصحابه أجمعين.

أما بعد :

Ini adalah segelumit tulisan tentang bagaimana mengartikan tahni’ah (ucapan selamat pada hari ied) sesuai dengan tujuan syariat agama kita yang mulia,dan sebagai jawaban dari kesimpang siuran-nya masalah pembid’ah-an bersalaman dan meminta maaf di hari ied.semoga bermanfaat.dan semoga ini tidak menjadi penentu termasuk atau tidaknya seseorang menjadi ahlussunnah wal jama’ah bila seandainya terjadi ketidaksamaan persepsi setelahnya.

عن خالد بن معدان قال : لقيت واثلة بن الأسقع فى يوم عيد فقلت : تقبل الله منا ومنك فقال : نعم تقبل الله منا ومنك قال واثلة : لقيت رسول الله -صلى الله عليه وسلم- يوم عيد فقلت : تقبل الله منا ومنك فقال :« نعم تقبل الله منا ومنك (رواه البيهقي)

 Diriwayatkan dari khalid bin ma’daan beliau berkata: aku bertemu dengan Watsilah bin al-asqo’ pada hari ied,dan aku berucap padanya: “semoga Allah menerima ibadahku dan menerima ibadahmu”dia (watsilah) berkata: iya,semoga Allah menerima ibadahku dan ibadahmu,watislah berkata: aku bertemu dengan Rasulullah –Shallallahu alaihi wasallam-pada hari ied dan aku ucapkan kepada beliau: “Taqabbalallahu minnaa wa minka” beliau menjawab: iya.Taqabbalallahu minnaa wa minka.(HR:Baihaqi).

Hadits ini dan yang lainnya yang diriwayatkan oleh Imam Al-baihaqi tidak ada yang Shahih,dari itu Al-hafidz Ibnu hajar setelah menyebutkan hadits di atas dan yang lainnya yang diriwayatkan oleh imam Al-baihaqy beliau berkata:

وكأنه أراد أنه لم يصح فيه شيء : dan sepertinya Al-baihaqi menghendaki bahwasanya (hadits-hadits yang beliau riwayatkan dalam masalah ini) tidak ada satupun yang shahih.(fathulbari).

Akan tetapi ada riwayat lain yang menegaskan bahwa ucapan selamat Taqabbalallahu minnaa wa minka memiliki dasar yang akurat,sebagaimana riwayat ini disebutkan oleh beliau (Ibnu hajar) dan menghukuminya dengan  Sanad yang Hasan,yaitu:

عن جبير بن نفير قال كان أصحاب رسول الله صلى الله عليه و سلم إذا التقوا يوم العيد يقول بعضهم لبعض تقبل الله منا ومنك

Dari Jubair bin nufair beliau berkata: para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam apabila mereka berjumpa pada hari ied,mereka berkata antara satu dengan yang lainnya “Taqabbalallahu minnaa wa minka”.

Berkaitan dengan masalah ini (hukum tahni’ah pada hari ied) telah terjadi perbedaan pendapat dari para ulama Rahimahullah al-jami’,yang secara garis besar pendapat-pendapat tersebut menjurus kepada Bolehnya melakukan hal tersebut,dan disayangkan penulis tidak bisa menyampaikannya disini,karena terbatasnya ilmu dan waktu.

Tahni’ah di hari ied adalah Ijma’ sahabat.

Namun cukuplah hadits di atas sebagai cahaya untuk kita jadikan pegangan dalam hal ini,terlebih ucapan sahabat ini tidak terdapat hal yang menyelisihinya dari sebagian sahabat yang lain,yang artinya adalah: ucapan tersebut merupakan Ijma’ (kesepakatan) sahabat.sebagaimana hal ini disebutkan dalam Ushul fikih:

قول الصحابي إذا اشتهر ولم يخالفه أحد من الصحابة صار إجماعًا وحجة

Perkataan seorang sahabat apabila telah masyhur dan tidak seorang pun dari sahabat yang lain meng-ingkarinya,maka hal itu adalah Ijma’ (kesepakatan) dan merupakan Hujjah (dalil).

(ma’aalim ushulfikih ‘inda ahlissunnah waljam’ah).

Berkata Ibnu taimiyyah:

وأما أقوال الصحابة فإن انتشرت ولم تنكر في زمانهم فهي حجة عند جماهير العلماء

Dan adapun perkataan-perkataan sahabat jika telah menyebar dan tidak diingkari dimasa mereka,maka itu merupakan Hujjah disisi jumhur (segenap) ulama’.(majmu’ fatawa)

Metode dan sistem tahni’ah dikembalikan ke ‘Uruf masyarakat setempat.

Setelah diketahui landasan kebolehannya mengucapkan selamat (tahni’ah) di hari ‘ied,maka bentuk pengamalannya tentu akan berbeda-beda sesuai dengan budaya yang berlaku disuatu tempat.demikian itu karena tahni’ah tergolong ke dalam perkara yang tidak terdapat batasannya didalam bahasa dan syara’ sehingga mesti dikembalikan ke ‘uruf .sebagimana disebutkan oleh ulama fikih:

كل اسم ليس له حد في اللغة ولا في الشرع فالمرجع فيه الى العرف (الموافقات للشاطبي)

Setiap nama (istilah) yang tidak memiliki ketentuan (batasan) dari segi bahasa ataupun dari sudut syar’i maka (ketentuan) tempat kembalinya adalah ‘Uruf.

Dari sisi ini dapat kita simpulkan bahwa,ucapan “selamat hari raya idulfitri mohon maaf lahir dan batin” atau” minal aidin wal faizin mohon maaf  lahir batin” termasuk bersalam-salaman adalah bentuk dari rangkaian tahni’ah yang telah dicontohkan oleh para sahabat,meskipun terdapat perbedaan dalam cara dan bentuk kata yang diucapkan, namun makna yang diinginkan tercapai.

Subhanallah wal hamdulillah,betapa indahnya islam ini.

Keluasan cara yang diberikan syariat kepada ummatnya dalam rangka mengisi hari raya.

Dalam sebuah hadits riwayat imam Bukhari disebutkan.

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ دَخَلَ أَبُو بَكْرٍ وَعِنْدِي جَارِيَتَانِ مِنْ جَوَارِي الْأَنْصَارِ تُغَنِّيَانِ بِمَا تَقَاوَلَتْ الْأَنْصَارُ يَوْمَ بُعَاثَ قَالَتْ وَلَيْسَتَا بِمُغَنِّيَتَيْنِ فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ أَمَزَامِيرُ الشَّيْطَانِ فِي بَيْتِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَذَلِكَ فِي يَوْمِ عِيدٍ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا أَبَا بَكْرٍ إِنَّ لِكُلِّ قَوْمٍ عِيدًا وَهَذَا عِيدُنَا

Dari ‘aisyah radhiyallahu ‘anha beliau berkata: Abu bakrin datang berkunjung dan ketika itu di sisiku ada dua orang budak wanita milik anshar yang menyanyikan perkataan-perkataan Anshar pada hari Bu’ats(nama peristiwa perang).aisyah berkata: dan kedua budak wanita itu bukanlah penyanyi,maka abu bakrin berkata: bagaimana mungkin mizmar (alat yang digunakan menyanyi) setan ada di rumah Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam,(kemudian nabi bersabda) ya aba bakrin sesungguhnya setiap kaum memiliki ied (hari raya) dan hari ini adalah ied kita.(HR:Bukhari).

Hadits ini terdapat banyak versi konteks periwayatannya,dan yang di atas merupakan salah satu konteks yang agak singkat,

Banyak ilmu dan etika islam yang terkandung di hadits ini,di antaranya adalah seperti yang disampaikan oleh Alhafidz ibnu hajar:

وفي هذا الحديث من الفوائد مشروعية التوسعة على العيال في أيام الاعياد بأنواع ما يحصل لهم بسط النفس وترويح البدن من كلف العبادة وأن الإعراض عن ذلك أولى وفيه أن إظهار السرور في الاعياد من شعار الدين

Dan dalam hadits ini terdapat beberapa faedah (diantaranya adalah) dianjurkannya melapangkan (berbuat baik) atas keluarga pada hari-hari ied dengan memberikan berbagai macam kebaikan yang dapat menjadikan mereka gembira dan santai (sebab) beratnya ibadah,dan sesungguhnya menghindari hal itu lebih utama.dan dalam hadits ini juga bahwasanya memperlihatkan kegembiraan pada hari ied adalah merupakan syiar agama.(fathulbari).

Memperlihatkan kegembiraan dan memberikan kenyamanan untuk keluarga pada hari ied juga termasuk dari hal yang pelaksaannya dikembalikan kepada uruf,sebab selera manusia berbeda sesuai dengan kultur budaya dan tabiat mereka dengan catatan bahwa di situ tidak terdapat larangan agama.

Dan jika meminta maaf kepada ayah bunda dan kerabat serta sahabat bukanlah termasuk memperlihatkan kegembiraan dan memberikan kenyamanan dan kedamaian (yang nabi diutus dengan kedamaian),maka aku tidak tahu hal apa yang pantas dianggap memperlihatkan kegembiraan dan memberikan kenyamanan pada hari ied di indonesia !!

Dalam riwayat hadits yang lain disebutkan,bahwa aisyah menonton kaum habasyah atau sudan yang memainkan darq (senjata) dan bermain perang dan beliau Aisyah radhiyallahu ‘anha  mendengar Nabi bersabda:

إن عائشة قالت قال رسول الله صلى الله عليه وسلم يومئذ لتعلم يهود أن في ديننا فسحة إني أرسلت بحنيفية سمحة (رواه أحمد)

Sesungguhnya Aisyah berkata,pada suatu hari (hari ied) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: agar orang yahudi tahu bahwa sesungguhnya dalam agama kita terdapat kelonggaran,sesungguhnya aku diutus dengan agama yang jauh dari kesyirikan lagi damai.(HR:Ahmad).

Jika pada hari ied diringankan oleh syara’ untuk sekedar melihat permainan yang dibolehkan,lalu bagaimana dengan meminta maaf dan berjabat tangan dengan tujuan menciptakan kegembiraan dan kedamaian ?

Maka hendaknya kita jauhkan sangkaan bahwa hal itu (bersalaman dan meminta maaf di hari ied adalah dosa (bid’ah) karena semua itu hanyalah bentuk budaya masyarakat indonesia dalam mengaplikasikan tahni’ah di hari raya,jika tidak,maka sungguh kit telah mempersempit apa yang dibiarkan universalkan oleh agama.

هذا وصلى الله على نبينا محمد وعلى أله وأصحابه أجمعين.

 

 

 

 

 

 

 

 

Makna Mushalla ? wanita dan shalat ‘iid.

 

بسم الله الرحمن الرحيم

 

إِن الْحَمد لله نستعينه وَنَسْتَغْفِرهُ ، ونعوذ بِاللَّه من شرور أَنْفُسنَا . من يهدي الله فَلَا مضل لَهُ ، وَمن يضلل فَلَا هادي لَهُ ، وَأشْهد أَن لَا إِلَه إِلَّا الله وَحده لَا شريك لَهُ ، وَأشْهد أَن مُحَمَّدًا عَبده وَرَسُوله

أما بعد: 

 Sebelumnya telah kita ketahui bersama beberapa sunnah sebelum shalat ‘Iid dan waktu mendirikan shalat ‘Iid,kini saudaraku seislam kita akan membahas beberapa masa’il dan nasehat dari ulama yang berkaitan dengan penyelenggaraan shalat ‘Iid.

  1. Dimanakah shalat ‘Iid sebaiknya didirikan ?Sunnah menunjukkan kepada kita bahwa sholat ‘Iid sebaiknya dilaksanakan di Mushalla,karena Rasulullah dan khulafa’urrasyidin  mereka mendirikannya di As-shahra’,sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-bukhari:

    كان النبي صلى الله عليه وسلم يخرج يوم الفطر والأضحى إلى المصلى (أخرجه البخاري)

    Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam beranjak keluar pada hari fitri dan Adha ke Mushalla (HR:Bukhari).

    Imam Bukhari mem-bab-kan hadits ini dengan bahasa fikih beliau:باب الخروج الى المصلى بغير منبر   bab keluar menuju mushalla tanpa menggunakan mimbar.

    Al-hafidz Ibnu hajar Al-‘asqalany menjelaskan makna “Mushalla” yang terdapat dalam hadits tersebut,beliau berkata:

    هو موضع بالمدينة معروف بينه وبين المسجد ألف ذراع ( فتح الباري)

    Mushalla,ia adalah suatu tempat yang sudah terkenal di madinah,jarak antara masjid dan dia (mushalla) sebanyak seribu dziro’ (Fathulbari).

    Penting.

    Syeikh Ahmad syakir rahimahullah berkata: maka yang Sunnah dan banyak hadits shahih yang menunjukkan atas bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam melaksanakan shalat ‘Iid di Shahra’ dan hal ini terus berlanjut di era awal Islam,kecuali jika ada halangan seperti hujan atau yang semisalnya,dan pendapat ini adalah pendapat para imam (madzhab) kecuali Imam syafi’i.

    Dan sunnah shalat ‘Iid di lapangan ini memilki hikmah yang begitu agung,yaitu ber-arti kaum muslimin memiliki dua hari istimewa dalam setahun untuk mereka berkumpul semua,baik lelaki,ataupun wanita,dan anak-anak,mereka menghadap kepada Allah dengan sepenuh hati mereka,mereka bertakbir dan bertahlil seolah-olah mereka berada dalam satu hati,dan di antara hikamhnya adalah: pada hari itu orang kaya mendapat kesempatan berlemah lembut dengan bersedekah kepada orang yang miskin,sehingga ia (orang miskin) pun bersyukur kepada Allah atas karunia yang diberikan-Nya kepada dirinya,maka semoga saja kaum muslimin dapat menjalani sunnah nabi mereka.(di intisari dari kitab Al-uddah syrhul umdah.)

    Dan di antara dalil yang menguatkan sunnahnya mendirikan shalat ‘Iid di Mushalla adalah: Nabi shallallahu’alaihi wasallam tidak melaksanakan shalat ‘Iid di masjidilharam (madinah) begitu juga dengan para sahabat setelah beliau wafat sedangkan beliau bersabda bahwa shalat di masjid nabawi pahalanya berlipat ganda:

    في مسجدي هذا خير منصلاة  ألف صلاة فيما سواه الا المسجد الحرام (رواه البخاري)

    Shalat di masjidku ini seribu kali lebih baik daripada shalat di tempat yang lainnya,kecuali masjidilharam (makkah).(HR:Imam Al-bukhari).

    Keputusan melaksanakan shalat ‘Iid di Mushalla merupakan sunnah yang begitu kuat sehingga Nabi tidak melaksanakannya di masjid beliau yang bernilai seribu kali shalat.

    1. Wanita dan shalat ‘Iid.

    Wanita juga dianjurkan menghadiri shalat hari raya yang mulia ini,sebagaimana juga kaum lelaki dan bahkan juga anak-anak,sebab hari ini adalah hari besar dan kebersamaan.di dalam hadits di sebutkan:

    عن أم عطية قالت أمرنا تعني النبي صلى الله عليه وسلم أن نخرج في العيدين العواتق وذوات الخدور وأمر الحيض أن يعتزلن مصلى المسلمين (رواه مسلم)

    Dari Ummu Athiyyah beliau berkata: telah memerintahkan kami yakni Rasulullaah shallallahu’alaihi wasallam agar keluar (untuk menghadiri) hari dua ‘Iid para Awaatiq (wanita yang akan beranjak balighah) dan Dzawatulkhuduur (wanita perawan yang berada di balik tirai,pingitan) dan beliau memerintahkan wanita yang haidh agar mereka menjauhi Mushalla kaum muslimin (tidak ikut shalat ‘Iid namun hanya sekedar hadir saja menyaksikan kebaikan (bacaan shalat  imam dan khutbah ‘Iid).(HR:Imam Muslim).

    Imam ibnu Rajab rahimahullah berkata:

     والمقصود بذلك: بيان المبالغة في الاجتماع وإظهار الشعار وقد كان ذلك الوقت أهل الإسلام في حيز القلة فاحتيج إلى المبالغة بإخراج العواتق وذوات الخدور (إحكام الأحكام شرح عمدة الأحكام)

    “yang dimaksudkan dengan hal itu (perintah mengeluarkan wanita yang akan beranjak balighah dan perawan yang terselubung di balik tirai agar menghadiri shalat ‘iid) adalah: suatu penjelasan yang menekankan untuk berkumpul dan memperlihatkan syiar islam,dan karena ketika itu pemeluk islam dalam jumlah yang sedikit,sehingga dibutuhkan penekanan dengan memerintahkan keluar al-awatiq dan dzawatul khudur”  (Ihkamul ahkam syarhu Umdatil ahkam)

    Menurut Al-allaamah Taqiyuddin abi bakr bin muhammad alhusainiy asy-syafi’i,penulis kitab Kifayatul akhyar,bahwa wanita pada zamannya beliau semestinya dilarang mengikuti shalat ‘Iid,berikut intisari ucapan beliau:

    “ keputusan Haram seyogyanya ditetapkan pada hukum keluarnya wanita-wanita muda dan yang berpenampilan mencolok pada zaman ini,karena banyaknya kerusakan yang ditimbulkan,dan hadits Ummu ‘Athiyyah (yang di atas) meskipun menunjukkan atas bolehnya mereka keluar akan tetapi makna yang terkandung  padanya (perintah keluar) pada zaman tersebut kini telah sirna,makna itu adalah : keberadaan kaum muslimin ketika itu dalam jumlah yang sedikit,maka Rasulullah memerintahkan mereka untuk keluar agar tercipta jumlah yang banyak dengan kehadiran mereka.” beliau juga berkata: lagipula ketika itu merupakan zaman yang aman dimana mereka tidak memperlihatkan perhiasan mereka,dan mereka menundukkan pandangan,demikian juga halnya dengan kaum lelaki.adapun di zaman sekarang ini para wanita tidak menudukkan pandangan,mereka keluar untuk memperlihatkan perhiasan mereka dan kaum lelaki tidak menundukkan pandangannya,maka kerusakan yang ditimbulkan dengan keluarnya mereka telah terbukti akurat,dan telah disebutkan dalam sebuah hadits:

      عن عائشة ، قالت : لوأدرك رسول الله صلى الله عليه وسلم ما أحدث النساء لمنعهن كما منعت نساء بني إسرائيل (رواه البخاري)

    Dari Ummul mukminin Aisyah radhiyallahu anha,beliau berkata: jika rasulullah mendapati hal yang diperbuat oleh wanita niscaya beliau pasti akan melarang mereka (keluar ke masjid) sebagimana telah dilarangnya wanita bani israil.(HR:Bukhari)

    Ini adalah fatwanya ummulmukminin di zaman terbaik,lalu bagaimana dengan keadaan zaman kita yang rusak ini”.(kifayatulakhyar).

    Saudaraku yang budiman,kita tidak bisa membayangkan bagaimana bentuk kerusakan etika wanita di zaman penulis kifayatul akhyar dan di zaman ummul mukminin yang saat itu belum terdapat teknologi dan gaya hidup modern,lalu bagaimana jika mereka (salafushshalih) menyaksikan keadaan wanita di zaman ini ? saya rasa anda lebih mengetahui keadaan dan lebih cerdas mengira jawaban.wallaahul musta’aan….

Yang perlu diingat sebelum idul fitri.

بسم الله الرحمن الرحيم

إِن الْحَمد لله نستعينه وَنَسْتَغْفِرهُ ، ونعوذ بِاللَّه من شرور أَنْفُسنَا . من يهدي الله فَلَا مضل لَهُ ، وَمن يضلل فَلَا هادي لَهُ ، وَأشْهد أَن لَا إِلَه إِلَّا الله وَحده لَا شريك لَهُ ، وَأشْهد أَن مُحَمَّدًا عَبده وَرَسُوله

أما بعد:

Idul fithri adalah hari raya kebahagiaan dan kenyamanan,setelah sebulan lamanya kaum muslimin menjalankan ibadah Puasa Ramadhan dan Shalat tarawih pada malamnya,dan semua itu ter-akhiri dengan penghambaan yang kian meng-agungkan Allah,yaitu Takbir,Takbir menyebut ke-besar-an Allah atas hidayah yang telah dianugerahkan-Nya kepada kaum muslimin dan agar mereka menjadi hamba yang bersyukur.

Saudaraku seiman yang budiman,semoga Allah menerima Amal ibadah kita,dalam tulisan kali ini kita akan membahas tentang Shalat ‘Iid semoga bermanfaat.

  1. a.     Waktu shalat ‘Iid.

Waktu shalat ‘iid telah dijelaskan dalam sebuah hadits Shahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari Ta’liqan, Imam Abu dawud,dan Ibnu majah:

خرج عبد الله بن بسر صاحب رسول الله -صلى الله عليه وسلم- مع الناس فى يوم عيد فطر أو أضحى فأنكر إبطاء الإمام فقال إنا كنا قد فرغنا ساعتنا هذه وذلك حين التسبيح.

Artinya: Abdullah bin Busrin  seorang sahabat Rasulillah Shallallahu’alaihi wasallam keluar (untuk mengerjakan shalat ‘iid) bersama orang-orang pada waktu hari raya idulfitri atau idul Adha,maka beliau meng-ingkari keterlambatan Imam,dan beliau pun berkata: sesungguhnya kami dahulu telah menghabiskan waktu kami (telah selesai melakukan shalat ‘iid) seperti waktu sekarang ini,dan (kami mendirikan shalat ‘iid itu) ketika waktu Tasbih (waktu shlat dhuha’).

Imam abu dawud memberikan bab untuk hadits ini dengan judul

باب: وقت الخروج إلى العيد

Bab: waktu keluar untuk shalat ‘Iid.

Menurut Ulama, hadits ini menjelaskan tentang waktu shalat ‘Iid,yaitu pada waktu Tasbih, yang kemudian di bahasakan oleh ulama fikih dengan بعد إرتفاع الشمس قيد رمح  yakni: setelah matahari meninggi seukuran anak panah,atau tepatnya: setelah waktu diMakruh-kannya mendirikan shalat,dan berakhir dengan Zawalusyamsi ( tergelincirnya matahari tepat di atas kepala),sedangkan Imam syafi’i memandang bolehnya mendirikan shalat ‘Iid pada awal matahari terbit.

Penting.

Mendirikan shalat ‘Idul adha di awal waktu lebih afdhal,agar kaum muslimin setelahnya bisa dengan leluasa menyembelih kurban mereka,sedangkan shalat ‘Iidul fithri dianjurkan waktunya diakhirkan sedikit dari waktu shalat ‘Iidul-adha,untuk memberikan keluasan mengeluarkan zakat fitrah bagi yang belum mengeluarkannya.

  1. b.    Beberapa Sunnah sebelum Shalat ‘Iid.
    1. Memakan kurma atau selainnya.

Sunnah ini sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits:

عَنْ أَنَسٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَغْدُو يَوْمَ الْفِطْرِ حَتَّى يَأْكُلَ تَمَرَاتٍ (رواه البخاري)

Dari sahabt Anas Radhiyallahu ‘anhu beliau berkata: Rasulullah (biasanya) beliau tidak beranjak mendirikan hari raya fithri kecuali sebelumnya beliau memakan kurma (HR.Bukhari).

  1. Mandi.

Sebagaimana mandi ini juga dianjurkan sebelum shalat jum’at dan pada hari arafah,mandi juga dianjurkan sebelum menhadiri shalat ‘Iid.dalam sebuah hadits disebutkan:

أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان يغتسل يوم الجمعة ويوم عرفة ويوم الفطر ويوم النحر(رواه أحمد)

Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam (biasanya) beliau mandi pada hari jum’at dan hari arafah dan hari fitri dan hari nahr.(HR:Ahmad).

  1. Berpakaian dengan yang terbaik.

Seperti dijelaskan oleh Ibnu Abbas Radhiyallahu’anhuma:

كان رسول الله صلى الله عليه و سلم يلبس يوم العيد بردة حمراء (أخرجه الطبراني في الأوسط)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam memakai Burdah merah pada hari raya (HR:Thabrani).

Namun hendaklah diingat,jangan sampai pakaian terbaik yang kita gunakan adalah pakaian Syuhroh yang menjadikan orang lain terpana dengan penampilan kita dan yang membuat kita merasa beda sendiri dalam berpakaian,karena sesungguhnya pakaian syuhroh kelak akan menjelma menjadi pakaian kehinaan pada hari kiamat.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى أله وأصحابه أجمعين.